February 02, 2009

Air susu dibalas dengan air tuba. Peribahasa ini sesuai dengan 2 kejadian bersamaan yang saya alami setahun terakhir.

Dua orang teman secara kebetulan memiliki kesulitan yang sama: keuangan demi anak. Teman yang satu (sebut si A) anaknya yang balita mendadak panas tinggi. Masalah timbul ketika si A tidak memiliki uang untuk menebus obat. Dia jobless, sementara suaminya sedang keluar kota dan tidak bisa dihubungi. Nenek si balita juga tidak bisa membantu. Denagn menangis-nangis, si A memohon pinjaman uang beberapa ratus ribu rupiah.

Dilema buat saya, karena saya tidak terlalu dekat dengan si A, tapi sebagai sesama Ibu, saya dapat merasakan kecemasannya jika terlambat mengobati si anak. Keraguan saya terkalahkan oleh naluri keibuan dan janji akan segera mengembalikan seluruh pinjaman begitu suaminya pulang.

Teman yang satu lagi (sebut si B), juga dengan menangis-nangis, memohon pinjaman beberapa juta untuk biaya anaknya masuk sekolah. Sebagai single parent dengan income tak tentu setiap bulannya, dia tidak ada pilihan selain berhutang. Dengan pertimbangan teman dekat dan janji melunasi dibulan depan, saya pun mengiyakan.

Si A, beberapa bulan setelah meminjam uang mendapat pekerjaan diposisi manajerial. Namun hutangnya belum juga dilunasi setelah beberapa kali mencicil. Padahal sisa hutangnya hanya sepersekian gaji bulanannya. Ketika pada akhirnya saya mengeluarkan statement kurang enak, barulah dia melunasi, dengan disertai kata 'gue lupa, sorry'.

Si B, dari saya hamil 9bulan, hingga sekarang anak saya umur 9bulan, bahkan belum sepeser pun membayar pinjamannya. Hanya kata maaf berkali-kali karena belum dapat membayar itupun via sms karena tidak berani menjawab telepon dari saya.

Saya tidak kaget ketika mereka tidak datang menjenguk (apalagi membawa buah tangan) saat saya melahirkan.

Ketidakkagetan saya karena saya berprinsip: 'Jangan pernah mengharap balasan atas kebaikan yang pernah kita berikan pada orang lain'. Alasannya sederhana, agar kita ikhlas membantu dan juga agar kita tidak kecewa saat orang tersebut tidak berbuat nice seperti sewajarnya yang orang lain lakukan.

Kata Ibu saya,"Orang yang butuh bantuan kita baik materiil maupun immateriil, artinya orang itu memiliki 'ketidakmampuan'. Lha masa' kita berharap dari orang yang jelas-jelas tidak 'mampu'?"

Namun ketiadaan mereka menghubungi saya sama sekali hanya untuk mengucapkan 'selamat' lah, yang membuat saya mengurut dada, sambil membathin: 'Kok ada ya manusia seperti mereka?'.

Kata orang bijak, 'Yah... itulah kehidupan. Uang bisa merubah seseorang, menjadi baik atau menjadi buruk'.

Yang saya tahu pasti, rasa air tuba memang benar-benar tidak enak...

Wanita Lebih Perkasa dari Pria?

Friday, April 11, 2008


Sambil makan siang, iseng saya mencari-cari acara TV yang bagus. Pilihan berhenti di stasiun TVRI yang sedang menayangkan acara TAHU (Tanya Hughes). Acara sarat info ini mengambil tema Operasi Caesar, dengan tamu pembicara dr Boyke. Hmmm... kebetulan....

Yang menarik adalah ketika ditayangkan rekaman wawancara dengan Sahnaz Haque, yang bercerita seputar pengalaman melahirkan ketiga anaknya dengan caesar. Kalimat penutup wawancara yang dilontarkan Sahnaz sangat feminis, "Dari proses melahirkan, sebenarnya bisa dikatakan wanita memiliki kekuatan yang lebih dari pria. Lelaki disunat aja sudah menangis, kan?"

Setuju sekali! Seperti yang pernah saya pernah katakan juga kepada suami, "Laki-laki diberi beban seperti Ibu hamil, belum tentu sanggup. Saking beratnya beban fisik dan mental seorang wanita hamil & melahirkan, sampai-sampai Allah memberikan privillege kepada para Ibu yang tengah berjuang melahirkan anaknya, yakni Surga tanpa hisab jika si Ibu meninggal saat melahirkan. Setara dengan para mujahiddin yang berperang dijalan Allah."

Ibu yang melahirkan anaknya benar-benar 'dimanjakan' oleh Allah. Ironisnya, disaat yang sama, banyak para suami yang seenaknya memperlakukan istrinya saat hamil. Contohnya seperti teman saya, ketika dia tergolek tak berdaya dengan kehamilan mudanya, sang suami bicara dengan ketus,"Jangan mentang-mentang kamu hamil lantas bisa enak-enakan, ya!"

Geram sekali saya mendengarnya...!

Ada juga teman yang bilang,"Kalo suami kita semena-mena saat kita hamil, doakan aja supaya jika kita hamil lagi suami kita yang yang merasakan maboknya. Biar dia tahu..." Wah! Wah...!

Tapi ya memang, sangat keterlaluan jika suami bersikap zhalim kepada istrinya yang tengah hamil. Beban fisik dimana belum tentu para suami sanggup jika seumpama perutnya diberi beban seperti sebuah semangka seberat 3kg yang diikat diperutnya, tanpa boleh dilepas sedetikpun selama 9bulan. Mandi, buang air, berjalan, tidur... segala aktivitas dari bangun hingga tidur lagi.

Belum lagi perubahan organ tubuh yang menimbulkan rasa sakit dikaki, punggung, pinggang, dada, perut. Hampir semua bagian tubuh mengalami sakit, apalagi menjelang kelahiran. Ditambah lagi perubahan hormon yang menimbulkan perubahan mental.

Hmm... dengan segala beban diatas, dijamin para suami menyerah sebelum berperang :)

Death

Sabtu malam, beberapa meter dari rumah ibu mertua ada kejadian mengejutkan: seorang bapak tua meninggal ditempat, setelah sepeda yang sedang ia kendarai tercebur kedalam selokan.

Tercebur ke dalam selokan kecil perumahan bisa mengantarkan kita pada kematian? Sedekat itukah kematian pada diri tiap manusia? Kapanpun Allah berkehendak: Kun Faya Kun... Yang Terjadi Terjadilah. Dalam hitungan detik dan bertempat ditempat yang kotor dan berbau... tidak ada yang berkuasa untuk menundanya.

Lalu pertanyaan yang timbul adalah : jika kematian bisa terjadi kapan saja dan dimana saja dengan kondisi kematian yang Allah kehendaki, sudahkah kita bersiap diri menyambut kejadian pasti namun tak terduga itu? Sejauh mana persiapan kita untuk bertemu denganNya?

Untuk mengetahui sejauh mana persiapan kita, tentu Wallahu alam... hanya Allah yang tahu. Namun setidaknya, dari segi Hablum Minannaas, kita bisa mengintrospeksi diri kita di segala peran yang kita jalani dalam kehidupan ini.

Saat ini saya memiliki beberapa peran: sebagai Anak, sebagai Adik, sebagai Istri, sebagai Menantu, sebagai Ibu, sebagai manusia bersosialisasi, sebagai majikan (atas 2 pekerja dirumah) dan terakhir sebagai warga bertetangga. Atas dua peran terakhir, Islam juga banyak mengajarkan dan menganjurkan agar kita berbuat baik dalam menjalani peran tersebut.

Begitu banyak peran yang kita jalani. Nyatanya, kita sering tidak sadar dengan berbagai peran tersebut. Akibatnya, bisa saja dimata orang tua kita adalah anak yang manis dan berbakti, namun dimata pasangan hidup kita, ternyata kita banyak menuntut, gemar berselingkuh, bersikap dzalim, pemarah, berkata kasar dan sebagainya. Atau bisa juga dimata para sahabat kita adalah teman yang baik dan perhatian, namun sebagai warga bertetangga kita adalah warga yang suka cari masalah dan tidak pernah mau membantu tetangga yang sedang kesusahan.

Semua peran tersebut ada kewajiban yang harus dipertanggungjawabkan dihadapan Allah. Sudahkah kita menjadi manusia yang baik dalam semua peran kita tersebut? Pertanyaan yang jawabannya hanya diri kita yang tahu.

Harta Paling Berharga di Dunia

Wednesday, July 02, 2008

"Apa harta paling berharga di dunia, Mas?" pertanyaan iseng saya pada suami disuatu hari. Suami tak menjawab, entah tidak tahu jawabannya atau tidak mau menjawab. Huehehe...

Jawabannya tentu saja bukan tumpukan emas balok, bukan juga investasi rumah & apartement mewah, pun bukan deposito miliaran. Harta paling berharga didunia hanya ada satu: Istri Sholehah. Tentu saja jawaban itu bukan opini pribadi, melainkan ajaran dalam Islam yang tertulis dalam semua buku persiapan pernikahan.

Beberapa hari setelah pertanyaan saya tadi, pada suatu pagi saya menyaksikan acara ‘Titian Iman’ yang disiarkan oleh satu stasiun TV. Temanya saya lupa, tapi membahas tentang istri sholehah. Kebetulan sekali. Di acara itu dikatakan betapa Allah SWT melaknat suami yang berbuat dzalim terhadap istri sholehah.

Seperti apa istri sholehah? Islam menggambarkan istri sholehah adalah istri yang patuh pada suami, menjaga kehormatan diri dan harta suami selama suami tidak dirumah.

Saya jadi teringat beberapa tahun yang lalu. Sahabat saya, seorang pria, bercerita pada saya bahwa salah satu teman aktivis di organisasi kami, seorang wanita berhijab panjang, telah berselingkuh hingga berbuat jauh. Sahabat saya menceritakan kisah itu pada saya bukan bermaksud ghibah, tapi agar saya mau bicara dari hati ke hati dengan si wanita, karena sebagai lelaki dia merasa risi jika harus bicara lebih intim dengan si wanita.

Sebelum saya bicara langsung dengan si wanita, sebenarnya saya tidak percaya dengan cerita perselingkuhan itu. Karena saya tahu persis si wanita, meski tidak dekat. Apalagi hijab panjangnya yang mencapai pinggang. Apa mungkin? Namun setelah saya bicara 4 mata dengannya, dan pengakuan itu keluar langsung dari mulutnya, saya terperangah. Allahu Akbar….

Sekarang si wanita telah bercerai dengan suaminya dan menikahi selingkuhannya itu.

Jadi, (kalo ini menurut saya ) istri sholehah tidak bisa dilihat dari fisik semata, namun melihat jauh ke dalam. Semua kembali kepada niat. Maksudnya niat menikah karena apa? Jika menikah dengan niat mendapat ketenangan hidup dunia-akhirat dan mendapat berkah & ridho Allah, insya Allah si istri selalu dijaga sikap-langkahnya oleh Allah sehingga dapat memberikan yang terbaik bagi suaminya dan mendapat cap sebagai Istri Sholehah, tentu dimata Allah SWT.

Children are a gift from God

Monday, August 11, 2008


“Saya sebenarnya belum siap, Bu. Sempat terpikir untuk ngegugurin kandungan saya” air mata pun mengalir dipipi eks-suster saya saat dia mengabarkan kehamilan yang tidak diharapkannya itu. Ketidaksiapan finansial menjadi alasan utama.

Dia hanya terdiam ketika saya mengingatkannya bahwa tindakan itu dosa besar, apalagi hari gini banyak pasangan yang sulit mendapatkan anak. “Kalo kamu gugurin, kelak saat kamu ingin punya anak, bisa-bisa dipersulit olehNya, lhoo…” kata saya, terinspirasi kisah seorang teman.

Saat ini ada kurang lebih 10 pasang suami istri yang saya kenal yang telah menikah tahunan namun belum juga dikaruniai buah hati. Usaha mulai dari pijat, terapi alternative, program bayi tabung ke luar negri hingga meminum air parutan nanas diwaktu khusus telah dijalani. Sekarang dihadapan saya terlontar kalimat ingin menggugurkan kandungan. Miris sekali rasanya.

Ada lagi kisah lain. Suster baru saya, Wati, bercerita bagaimana mantan majikannya sedemikian anti memberikan ASI bagi bayinya sampai-sampai si Ibu sengaja suntik stop ASI! Saya enggak mau payudara saya kendor, Wati menirukan ucapan majikannya itu. “Padahal dia dapetinnya dengan bayi tabung, Bu” sambung Wati.

Usaha jungkir balik untuk bisa punya anak, ketika diberi malah tidak mau berkorban demi memberikan yang terbaik? Menarik sekali....

Saya pribadi yakin bahwa, Do’a bagi Ibu-Bapak yang bunyinya ‘Sayangilah kedua orang tuaku sebagaimana mereka menyayangiku diwaktu kecil’ memiliki sarat makna. Menyayangi disini tentu saja ikhlas menjaga, merawat, dan membesarkan hingga si anak menikah. Namun, sebagai manusia yang tidak pernah luput dari salah dan khilaf, tentu sesekali kita bisa saja melakukan kekeliruan.

Sekali waktu ketika kami akan pergi ber-week-end ria, suami pernah berkata,”Kay gak usah diajak ya, repot”.Yakin suami saat itu sedang berkata khilaf, saya hanya menjawab ringan,”Mas, bayangin deh, kelak kita sudah tua dan kondisinya terbalik dari sekarang: tak berdaya dan bergantung kepada Kay, Mas mendapati Kay bicara ‘Papi gak usah diajak ya, repot’. Gimana hayoo...” Suami terdiam... :)

Merawat dan membesarkan anak memang bukan pekerjaan mudah. Setidaknya itu yang saya rasakan ketika saya tidak dibantu oleh seorang pun (tanpa suster, sementara suami sedang tugas luar selama 4hari 3malam). Apalagi ketika anak sedang rewel, sementara saya kebelet pipis, perut perih kelaparan dan pinggang rasanya sudah mau patah. Rasa letih yang pernah saya rasakan saat bekerja sebagai Trainer yang mengharuskan banyak berdiri, bicara dan tetap semangat seharian selama 5hari diluar kota, menjadi nothing.

Dalam masa 4hari tanpa seorangpun membantu, saat rasa letih lahir-bathin menyerang dan nyaris membuat saya menangis, saya coba mengingat satu kalimat: Children are a gift from God. Kalimat yang ternyata memberikan energi lebih pada saya detik itu juga hingga membuat saya mampu menyikapi keletihan dengan rasa penuh syukur…
Sunday, September 21, 2008

ASI = Pengorbanan
Setelah membaca sharing seorang Ibu yang melakukan travelling ke luar negri dengan membawa-bawa ASIP (ASI Perah) beku dan harus tetap beku hingga tiba di negara tujuan, saya langsung menulis blog ini, dengan judul yang menurut saya sesuai dengan isi sharing si Ibu tersebut.

Betapa tidak, si Ibu harus mengatur blue ice, es batu dan ASIP sedemikian rupa di coller box-nya agar ASIP tetap beku, lalu harus bolak-balik menjelaskan kepada petugas imigrasi tentang isi box tersebut, rela membongkar pasang isi box tersebut saat pemeriksaan agar tidak menimbulkan kecurigaan, kemudian meminta pramugari agar dibolehkan memakai cooller box pesawat, lalu setibanya dihotel minta izin menitipkan boxnya di freezer sekaligus masuk ke dapur hotel untuk menyimpan box-nya di freezer hotel tersebut. WOW!

Saya merinding membaca perjuangan dan pengorbanan si Ibu itu. Dia melakukan itu semua demi satu hal: memberikan yang terbaik buat Bayi tercintanya yang berusia 14bulan.

Yup! 14 bulan. Usia yang bagi kebanyakan Ibu (juga saya, mungkin) adalah usia yang.... yaah... gak papa lah si baby dikasih susu kaleng, toh sudah berhasil ASIX bahkan sampe 1tahun. Tapi tidak bagi si Ibu, yang berusaha keras bisa memberikan ASI hingga babynya berusia 2tahun, jangka waktu paling ideal sesuai saran para ahli.

Buat saya, memberikan ASI susah-susah gampang. Gampangnya, ya gak pake takar-takar susu, gak akan kecipratan air panas, gak keluar uang untuk beli susu yang harganya aduhai...
Susahnya, saat pikiran lagi berat atau fisik letih, ASI pun berkurang. Untuk memperbanyak ASI lagi, tidak mudah. Kekuatan pikiran sangat berperan. Ditambah mitos bahwa payudara akan nunjuk sandal alias turun, bagi Ibu yang memberikan ASI bagi bayinya. Bagi seorang fashionista, ini hal berat. Sampai-sampai ada yang suntik stop ASI sesaat setelah melahirkan agar ASI tidak produksi lagi sehingga payudara tetap indah.

Kalau si Ibu yang suntik stop ASI membaca sharing pengorbanan si Ibu tadi, kira-kira apa komentarnya ya? Hmmm....